JAMBI - Provinsi Jambi dikenal sebagai daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas). Setiap tahun sektor migas di Provinsi Jambi memberi kontribusi yang tidak sedikit untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pendapatan negara yang didapat dari eksploitasi migas itu kemudian dialokasikan ke daerah, baik pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, penghasil maupun bukan penghasil, melalui pos Dana Bagi Hasil (DBH).
Di Provinsi Jambi terdapat beberapa kabupaten dan kota yang menghasilkan migas, seperti Tanjungjabung Timur, Tanjungjabung Barat, Muarojambi, Batanghari, Kota Jambi, Tebo dan Sarolangun.
Untuk eksplorasi dan eksploitasi migas, di Provinsi Jambi terdapat beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), yaitu PetroChina International Jabung Ltd, MontD’Or Oil Tungkal Ltd, Pertamina Hulu Rokan (PHR) atau Pertamina EP, Jindi South Jambi B Co.Ltd, dan Sele Raya Dua Merangin (SRMD).
Kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi yang dilakukan perusahaan KKKS itu di bawah kendali Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai penyelenggara pengelolaan.
Bagi daerah penghasil migas yang di wilayahnya terdapat eksplorasi dan eksploitasi migas, DBH Migas sangat bermanfaat dan membantu untuk membiayai pembangunan. Pembagiannya diatur oleh UU Nomor 33 Tahun 2004.
Kepala Perwakilan SKK Migas Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel), Anggono Mahendrawan, menyatakan bahwa DBH sangat membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program pembangunan.
Untuk Provinsi Jambi pada tahun 2019 DBH Migas memberi kontribusi sangat besar pada pendapatan daerah. Jumlahnya Rp1,232 triliun, dengan rincian : Pemprov Jambi Rp236,83 miliar, Kabupaten Batanghari Rp52,4 miliar, Bungo, Kerinci, Sungai Penuh dan Merangin masing-masing Rp47,4 miliar, Muarojambi Rp57,7 miliar, Sarolangun Rp53,4 miliar, Tanjungjabung Barat Rp384 miliar, Tanjungjabung Timur Rp111,7 miliar, Tebo Rp48 miliar, dan Kota Jambi Rp50,7 miliar.
Penerimaan daerah di Provinsi Jambi dari DBH Migas kemudian menurun pada tahun 2020, seiring terjadinya penyebaran virus Covid-19 dan menurunnya harga migas di pasar dunia.
Tahun 2020 alokasi DBH Migas di Provinsi Jambi totalnya Rp477,2 miliar, dengan rincian : Pemprov Jambi Rp95,9 miliar, Batanghari Rp67,3 miliar, Bungo Rp7 miliar, Kerinci Rp1,4 miliar, Sungai Penuh Rp737,5 juta, Merangin Rp4,55 miliar, Muarojambi Rp71,8 miliar, Sarolangun Rp25,5 miliar, Tanjungjabung Barat Rp101,5 miliar, Tanjungjabung Timur Rp52 miliar, Tebo Rp16,2 miliar, dan Kota Jambi Rp33,4 miliar.
Tahun 2021 DBH Migas di Provinsi Jambi kembali turun. Jumlah keseluruhannya Rp451,2 miliar. Rinciannya, Pemprov Jambi Rp92 miliar, Batanghari Rp38,4 miliar, Bungo, Kerinci, Merangin, Tebo dan Sungai Penuh masing-masing Rp18,4 miliar, Muarojambi Rp19 miliar, Sarolangun Rp18,7 miliar, Tanjungjabung Barat Rp132,5 miliar, Tanjungjabung Timur Rp40 miliar, Kota Jambi Rp18,6 miliar.
Dua tahun terganggu oleh pandemi Covid-19, penerimaan daerah dari DBH Migas di Provinsi Jambi berangsur membaik. Tahun 2022 alokasi DBH Migas untuk Provinsi Jambi meningkat menjadi Rp605 miliar.
Pembagian DBH Migas tahun 2022, Pemprov Jambi Rp154,2 miliar, Batanghari Rp55,4 miliar, Bungo, Kerinci, Merangin dan Sungai Penuh masing-masing Rp30,8 miliar, Muarojambi Rp31,7 miliar, Sarolangun Rp30,6 miliar, Tanjungjabung Barat Rp244,4 miliar, Tanjungjabung Timur Rp58,1 miliar, Tebo Rp31,2 miliar dan Kota Jambi Rp31,1 miliar.
Pada tahun 2023, pendapatan Provinsi Jambi dan kabupaten/kota dari DBH Migas ada yang turun dan naik. Bahkan ada yang naik sampai 200 persen, seperti Kabupaten Muarojambi, dan naik 144 % di Tanjungjabung Barat.
Rincian penerimaan DBH Migas tahun lalu, Pemprov Jambi Rp90,5 miliar, Batanghari Rp98,5 miliar, Bungo Rp15,6 miliar, Kerinci Rp15,8 miliar, Merangin Rp18,1 miliar, Sungai Penuh Rp15,5, miliar, Muarojambi Rp95,7 miliar, Sarolangun Rp74,7 miliar, Tanjungjabung Barat Rp248,2 miliar, Tanjungjabung Timur Rp67,5 miliar, Tebo Rp40,7 miliar dan Kota Jambi Rp16,4 miliar.
Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Jambi, Dr Sudirman, mengakui pendapatan daerah Provinsi Jambi dari DBH Migas lumayan besar, bahkan memberi kontribusi signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Sudirman, DBH Migas sangat fluktuasi, karena menyesuaikan dengan jumlah minyak dan gas bumi yang diproduksi oleh KKKS, serta harga minyak dan gas bumi di pasar internasional.
Di Kabupaten Tanjungjabung Timur (Tanjabtim), sejak 2015 sampai sekarang daerah ini mendapat DBH Migas berkisar Rp50 miliar hingga Rp200 miliar per tahun. Jumlah DBH Migas yang diterima naik-turun, tidak bisa disamaratakan setiap tahunnya.
Plt Bupati Tanjungjabung Timur, Robby Nahliansyah, mengakui pendapatan daerah yang bersumber dari DBH Migas cukup membantu. Dengan adanya DBH Migas, APBD Tanjabtim bisa mencapai Rp1,2 triliun rupiah setahun.
“Awalnya dulu sangat kecil. Faktor penyebab utamanya produksi dan harga minyak dunia yang berfluktuasi,” kata Robby, Senin (11/11).
Di Tanjabtim terdapat KKKS besar, PetroChina International Jabung Ltd. Tanjabtim masuk ke dalam wilayah Blok Jabung bersama Tanjungjabung Barat (Tanjabbar) yang memiliki cadangan migas cukup besar.
Menurut Robby, DBH Migas disalurkan pemerintah pusat ke Kas Daerah melalui Kementerian Keuangan RI. Dana itu digunakan untuk membiayai pembangunan, seperti membangun jalan, jembatan, gedung sekolah, dan tempat pelayanan umum lainnya.
"Peruntukannya bebas. DBH Migas bisa digunakan untuk membiayai apa saja,” jelas Wakil Bupati Tanjabtim dua periode itu.
Potensi DBH Migas di Tanjabtim masih sangat memungkinkan bertambah. Salah satunya dengan mempercepat penyelesaian masalah tapal batas wilayah dengan Kabupaten Tanjungjabung Barat.
Penyelesaian tapal batas itu akan berimbas pada produksi migas oleh KKKS di Tanjabtim. Dengan masuknya sumur-sumur minyak dan gas bumi ke wilayah Tanjabtim, maka DBH Migas Tanjabtim juga naik.
Selain masalah tapal batas, KKKS juga dituntut meningkatkan performanya menjadi lebih baik. Dengan bagusnya performa KKKS, produksi migas akan meningkat, dan DBH Migas dipastikan bertambah.
Kontribusi DBH Migas sangat diperlukan di daerah seperti Tanjabtim, Tanjabbar dan Muarojambi. Wilayah tiga kabupaten itu sangat luas. Artinya, dibutuhkan dana besar pula untuk pemerataan pembangunan.
Contoh, pembangunan jalan. Kontur tanah di sana bergambut. Untuk membangun jalan di tanah bergambut biayanya lebih besar. Untuk 1 kilometer saja bisa menghabiskan dana hingga Rp.9 miliar.
Sementara itu, di Kabupaten Tanjungjabung Barat, DBH Migas dianggap sebagai sumber pendapatan terbesar bagi pendapatan daerah, dibanding sektor lainnya.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Tanjabbar, Ir H Firdaus Khatab MM, menyatakan betapa besarnya sumbangsih DBH Migas bagi Pemkab Tanjabbar.
“DBH Migas kami naik terus. Tahun 2024 naiknya sangat tinggi. Tapi, itu karena ada dana kurang salur 3 tahun terakhir. Itu diakumulasikan 2024, sehingga terlihat besar," ujar Firdaus.
Sama dengan di Tanjabtim, DBH Migas yang diterima Pemkab Tanjungjabung Barat juga digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Khusus DBH Migas, Pemkab Tanjabbar fokus pada kebutuhan utama masyarakat, yaitu infrastruktur dan pelayanan publik. Tanjungjabung Barat masih kekurangan infrastruktur dasar.
Pembiayaan pembangunan yang dibutuhkan Pemkab Tanjabbar jauh lebih besar. Di wilayah Seberang Kota, jalannya sampai sekarang masih belum layak untuk kendaraan roda empat. Masih ada 28 kilometer jalan yang rusak.
DBH Migas Tanjabbar juga digunakan untuk fasilitas kesehatan, karena sifatnya untuk masyarakat banyak. Lalu untuk fasilitas pendidikan. Saat ini tidak sampai 10 persen lagi bangunan Sekolah Dasar (SD) berdinding papan.
Dulu, di wilayah Tungkal Ilir seluruh bangunan SD berdinding papan. Tapi sekarang berkat adanya DBH Migas gedungnya sudah berkonstruksi beton. DBH Migas jelas-jelas sangat membantu.
Firdaus menegaskan, DBH Migas sangat dirasakan manfaatnya. Pemkab Tanjabbar berkomitmen mempergunakan DBH Migas untuk kepentingan umum. Karena itu kerja sama dengan SKK Migas dan KKKS migas harus terus dijaga, demi keberlanjutan pembangunan Tanjungjabung Barat.
"Kami terus melakukan komunikasi intens dengan KKKS. Selama ini tidak pernah ada konflik. DBH Migas sangat membantu. Kalau DBH Migas tidak ada, bisa menghambat pembangunan,” ungkapnya.
Menurut Ketua Ikatan Alumni Lemhannas Provinsi Jambi, Mursyid Sonsang dengan fakta itu pemerintah provinsi dan kabupaten harus mendukung industri Migas ini, " Ya, bandingkan dengan perusahaan lain, berapo bagi hasilnya. Jadi jangan diganggu dan dipermudah urusa perizinannya." jelas Alumni Lemhannas PPSA 18 ini.
Selain dana bagi hasil berupa uang yang masuk ke kas pemerintah provinsi dan kabupaten perusahaan Migas juga mengeluarkan CSR miliaran rupiah tiap tahun.
" Perusahaan Migas itu betul betul menerapkan ekonomi Pancasila, kemakmuran untuk bersama," jelasnya.(*)
Editor: Dodi Saputra